Tugas hari ini

Respon Masyarakat Terhadap BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia)

Respon Masyarakat Terhadap BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia)

by Indra Dwi Yusa Putra -
Number of replies: 0

Penyelesaian sengketa melalui proses peradilan (litigasi) menghasilkan putusan yang bersifat menang dan kalah yang belum mampu memenuhi kepentingan bersama, cendrung menimbulkan masalah baru, penyelesaian yang lambat, membutuhkan biaya yang mahal dan tidak responsif, serta juga dapat menimbulkan permusuhan diantara pihak-pihak yang bersengketa. Keterlambatan penanganan terhadap suatu sengketa bisnis dapat mengakibatkan perkembangan pembangunan ekonomi yang tidak efisien, produktivitas menurun sehingga konsumenlah yang akan dirugikan.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, berkembanglah suatu sistem penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Oleh para pelaku bisnis pada saat sekarang ini, di Indonesia banyak menggunakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan yaitu arbitrase. Aribtrase ialah suatu bentuk lain dari ajudikasi, yakni ajudikasi privat, karena melibatkan litigasi sengketa pribadi yang membedakanya dengan litigasi melalui pengadilan. Sifat pribadi dari arbitrase memberikan keuntungan-keuntungan melebihi ajudikasi melalui pengadilan negeri. Arbitrase pada dasarnya menghindari pengadilan. Dalam kaitan ini dibandingkan ajudikasi publik, arbitrase lebih memberikan kebebasan, pilihan, otonomi, kerahasiaan kepada para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase menghasilkan suatu putusan arbitrase yang bersifat final and binding, yaitu putusan arbitrase bersifat final dan mengikat, serta bebas dari kekuasaan dan pengaruh negara/pemerintah dan juga bebas dari pengaruh/campur tangan pengadilan (non-intervensi). Berdasarkan penjelasan tersebut dapat kita artikan bahwa putusan arbitrase tidak dapat diajukan upaya hukum banding, kasasi atau peninjauan kembali. Hal ini merupakan salah satu kelebihan dari arbitrase karena dapat memberikan kepastian hukum secara efektif bagi para pihak yang bersengketa dan menghindarkan penyelesaian sengketa yang menggunakan waktu lama dan berkepanjangan.

Berkaitan dengan jabaran diatas, pada kenyataanya tidak semua putusan yang dihasilkan melalui forum arbitrase ini akan memberikan kepuasan kepada para pihak. Dalam hal ini, pengadilan memiliki peran yang besar dalam mengembangkan arbitrase. Undang-undang sendiri juga memperbolehkan campur tangan pengadilan dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase, salah satunya dalam bentuk permohonan pembatalan putusan arbitrase yang diajukan kepada Pengadilan Negeri. Tidak jarang pihak yang tidak puas terhadap suatu putusan arbitrase mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase. Pada dasarnya, upaya pembatalan terhadap putusan arbitrase itu dimungkinkan dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999, yaitu dalam Pasal 70 yang menyatakan:“Terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;

b. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; dan

c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.”

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pada dasarnya permohonan pembatalan terhadap putusan arbitrase bukanlah merupakan suatu upaya hukum banding seperti yang disediakan dalam penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Oleh karena itu, tanpa alsan yang spesifik, pada prinsipnya tidak mungkin untuk mengadili kembali suatu putusan arbitrase. Sekedar tidak puas saja dari satu pihak tidak mungkin diajukan pembatalan. Hal ini penting untuk menjaga terpenuhinya asas putusan arbitrase yang bersifat final and binding.

Mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan dari suatu pembatalan terhadap putusan arbitrase ataupun kewenangan arbitrase dalam memeriksa dan memutus, maka ketentuan yang mengatur tentang kompetensi arbitrase dalam memeriksa dan memutus perkara haruslah dibuat sedemikian rupa sehingga tidak akan menganggu asas kepastian hukum dalam arbitrase. Lebih jauh lagi, jangan sampai kepercayaan masyarakat terhadap proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase menjadi hilang semata-mata akibat adanya upaya pembatalan putusan arbitrase yang diatur dan dilaksanakan secara konsisten dan sistematis.