Choirotul jannah/931115019
Sistem hukum Indonesia menentukan bahwa hakim tidak boleh menolak mengadili perkara dengan dalih tidak ada atau tidak jelas dasar hukumnya. Bahkan, Pasal 22 Algemene Bepalingen van wetgeving voor Indonesie (Peraturan Umum mengenai Peraturan Perundang-Undangan untuk Indonesia; AB) dengan keras menyatakan hakim yang menolak untuk mengadakan keputusan terhadap perkara dengan dalih undang-undang tidak mengaturnya, terdapat kegelapan atau ketidaklengkapan dalam undang-undang, dapat dituntut karena menolak mengadili perkara.Pasal 16 (1) UU No. 4/2004 tentang Kekuasan Kehakiman pun menentukan bahwa Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
Ada sepuluh alasan berdasarkan Pasal 643 Rv yang bisa dijadikan dasar pembatalan putusan arbitrase. Pertama, putusan itu melampaui batas-batas perjanjian arbitrase. Kedua, putusan itu diberikan berdasarkan suatu perjanjian arbitrase yang ternyata tidak sah atau gugur demi hukum. Ketiga, putusan itu telah diberikan oleh arbiter yang tidak berwenang memutus tanpa kehadiran arbiter lainnya. Keempat, telah diputuskan hal-hal yang tidak dituntut atau putusan telah mengabulkan lebih daripada yang dituntut. Kelima, putusan itu mengandung hal-hal yang satu sama lain saling bertentangan.Selanjutnya alasan keenam, arbiter telah lalai memberikan putusan tentang satu atau beberapa hal yang menurut perjanjian arbitrase diajukan kepada mereka untuk diputus. Ketujuh, arbiter telah melanggar prosedur hukum acara arbitrase yang harus diikuti dengan ancaman kebatalan. Kedelapan, telah dijatuhkan putusan berdasarkan surat-surat yang setelah putusan itu dijatuhkan, diakui sebagai palsu atau telah dinyatakan sebagai palsu. Kesembilan, setelah putusan diberikan, surat-surat yang menemukan yang dulu disembunyikan oleh para pihak, ditemukan lagi. Kesepuluh, putusan didasarkan pada kecurangan atau itikad jahat, yang dilakukan selama jalannya pemeriksaan, yang kemudian diketahui.