Adapun akibat hukum yang ditimbulkan Klausula Arbitrase diatur dan ditegaskan dalam Pasal 3 jo. Pasal 11 UU Arbitrase No.30/1999, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.) Mengakibatkan gugur atau kehilangan kewenangan dari Pengadilan Negeri untuk mengadili sengketa yang timbul dari perjanjian tersebut. Oleh karena itu, akibat hukum pertama yang ditimbulkan Klausula Arbitrase adalah mengakibatkan Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili perkara/sengketa yang timbul dari perjanjian yang bersangkutan. Artinya, sengketa/perkara yang timbul dari perjanjian tersebut:
Secara mutlak atau absolut atau menjadi yurisdikasi atau komtepsi absolt lembaga abritase yang dipilih, dan
Pengadilan Negeri secara mutlak atau absolut tidak memiliki yurisdikasi atau kompetensi lagi untuk mengadili nya.
Hal itulah yang ditegaskan dalam Pasal 3 UU Arbitrase No.30/1999, yang menyatakan :
“Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase”
Penerapan ketentuan tersebut antara lain ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Agung No.175 K/Pdt/2005 tanggal 12 Desember 2006 yang menyatakan:
“Sesuai dengan yurisprudensi tetap Mahkamah Agung telah digariskan suatu kaedah hukum bahwa Klausula Arbitarse yang ada dalam perjanjian adalah termasuk wewenang absolut dari Badan Arbitarse, sehingga menghadapi masalah ini Hakim Pengadilan Umum karena jabatannya harus menyatakan dirinya tidak berwenang untuk mengadili gugatan tersebut. Arbitrase sebagai extra yudicial yang lahir dari Klausula Arbitrase dari suatu perjanjian mempunyai legal effect memberi kewenangan absolut kepada Badan Arbitrase untuk menyelesaikan sengketa yang timbul dari perjanjian berdasarkan pacta sun servenda"
Demikian akibat hukum utama yang ditimbulkan oleh Klausula Arbitrase.2. ) Akibat hukum berikut yang ditimbulkan Klausula Arbitrase, diatur dalam Pasal 11 UU Arbitrase No.30/1999 yang menyatakan:
Meniadakan para pihak untuk mengajukan gugatan atau penyelesaian sengketa yang timbul dari perjanjian itu ke PN.
Hal ini ditentukan dalam Pasal 11 Ayat (1), yang berbunyi :
“Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termasuk dalam perjanjian ke Pengadilan Negeri”
Dalam perspektif Bahasa Indonesia, menurut Kamus Bahasa Indonesia (WJS Poerwadaminta, Balai Pustaka, 1976, h. 1067) arti kata meniadakan adalah menghapuskan atau mencabut