Akta di bawah tangan memiliki kekuatan yg sempurna untuk pembuktian,selama para pihak tidak mengingkarinya. Akta/Surat yg dibuat dan ditandatangani oleh para pihak dengan maksud untuk dijadikan bukti dari suatu perbuatan hukum tetapi akta tersebut tidak dibuat di hadapan seorang pejabat umum, maka dikategorikan sebagai akta di bawah tangan.
Apabila akta tersebut sudah diakui oleh para Pihak, maka itu memberikan kekuatan pembuktian yang sempurna bagi akta tersebut (Pasal 6, Pasal 2 Ordonansi 1867/29).
Namun, apabila dalam kasus salah satu pihak tidak mengakui akta tersebut, maka akta tersebut tidak memberikan kekuatan pembuktian yang sempurna. Maka setelah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, yang diberlakukan adalah putusan pengadilan